LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT
I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
B. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri  koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan  atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik  ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta  atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner  kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV  90% diperdarahi  oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri  (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri  sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh  obstruksi arteri koroner kanan.
C. Patogenesis
Umumnya  IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner. Nekrosis  miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri  koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang  tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner  dengan stenosis ringan (50-60%).
Kerusakan  miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan  ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi  transmural atau sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding  miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner.  Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya pada bagian  dalam dinding ventrikel.
D. Patofisiologi
Dua  jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan  aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan  memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan  ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume  akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri  naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan  atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan  ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik  ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah  iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan  kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk  mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan  oksigen miokard. Kompensasi ini jelas  tidak akan memadai bila daerah  yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.  Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal,  pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan  miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark  lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung  terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta  ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena  infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling  ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan  timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan  hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung  akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena  daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah  diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan  parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.  Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia  berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti  ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel  akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia  merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit  atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh  perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan  terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap  terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan  tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,  sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi  kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
E. Gejala Klinis
Keluhan  yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,  ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar  ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan  epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak  responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien  diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat  disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin,  berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun  IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun  bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah  didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau  epigastrium.
Kelainan pada  pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat  ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya  krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia,  kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif  lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak  atau berada di dinding dada pada IMA inferior.
F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh)
5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)
G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
H. Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi  dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan  pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis 
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah, 
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
 Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi  nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat  menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti  epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
B. Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.
Peningkatan  kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino transferase/SGOT,  laktat dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator  spesifik IMA.
Tidak  banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya  bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
Dapat  tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik  dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya  kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus,  ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade  akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko  tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan  konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler  sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti  aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko  tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;  peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau  penurunan protein plasma.
7. Kurang  pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan  atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi  jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang  akan datang.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri  adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non  verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara  rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard. 
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
Morfin  atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase  akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan  nitrogliserin.
Bekerja  melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan  kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa  di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas 
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
Manuver  Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat  mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian  disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah. 
Keterlibatan  dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang  penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4. Kolaborasi  pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi  (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan). 
Klien  mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan  dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan  adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
Respon  klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut  terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan,  perubahan peran sosial dan sebagainya.
Informasi  yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan  kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien  mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
4. (Risiko  tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan  konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler  sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti  aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan. 
Hipotensi  dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi  miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi  yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin  dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan  dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut  nadi yang lemah dan HR yang meningkat. 
S3  dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel  kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan  iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan  gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup,  kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
Makan  dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu  rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia. 
Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
Pacu  jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut  atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan  sistem konduksi.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase) 
Perfusi  serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar  elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
Penurunan  curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh  penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
Kegagalan  pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu  dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli  paru.
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
Asupan  cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang  berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya.  BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
Heparin  dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis  pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan,  anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan  antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan  asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya  karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Pada  infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6  jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki  perfusi miokard.
6. (Risiko  tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;  peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau  penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi. 
Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
Penurunan   curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi  natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif  yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan  kelebihan volume cairan/gagal jantung. 
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
7. Kurang  pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan  atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi  jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang  akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan  belajar klien.
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar