HEMOSTASIS
II.1 Komponen penting dalam sistem Hemostasis
Sistem  Hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis  yang sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah  dan jaring-jaring pembuluh darah. Agar terjadi peristiwa hemostasis yang  normal, trombosit harus mempunyai fungsi dan jumlah yang normal. Sistem  protein darah sangat berperan penting tidak hanya sebagai protein  pembekuan akan tetapi sangat berperan dalam dalam fisiologi perdarahan  dan trombosis. 
II.1.1 Pembuluh darah
Pembuluh  darah sangat besar peranannya dalam sistem hemostasis. Dinding pembuluh  darah terdiri dari tiga lapisan morfologis: intima, media, dan  adventitia. Intima terdiri dari (1) selapis sel endotel non trombogenik  yang berhubungan langsung dengan pembuluh darah dan (2) membran elastik  interna. Media dibentuk oleh sel otot polos yang ketebalannya tergantung  dari jenis arteri dan vena serta ukuran pembuluh darah. Adventitia  terdiri dari suatu membran elastik eksterna dan jaringan penyambung yang  menyokong pembuluh darah tersebut. Gangguan pembuluh darah yang terjadi  seringkali berupa terkelupasnya sel endotel yang diikuti dengan  pemaparan kolagen subendotel dan membran basalis. Gangguan ini terjadi  akibat asidosis, endotoksin sirkulasi, dan komplek antigen/antibodi  sirkulasi. 
Fungsi  pembuluh darah meliputi permiabilitas yang apabila meningkat akan  berakibat kebocoran pembuluh darah fragilitas yang apabila meningkat  menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan vaso konstriksi yang menyebabkan  sumbatan vaskuler.
II.1.2 Trombosit
Trombosit  merupakan komponen sistem hemostasis yang amat penting dan kompleks.  Trombosit adalah kuntum sel yang dihasilkan dari megakariosit. Trombosit  tidak punya inti dan disusun dari suatu zona perifer yang terdiri dari   suatu glukokaliks sebelah luar, membran plasma, dan suatu sistem  kanalikuler yang terbuka. Dalam zona perifer terdapat suatu zona  "sol-gel" yang tersusun dari mikrotubulus, mikrofilamen, tubulus yang  padat dan trombostenin yaitu protein trombosit yang dapat berkerut. Zona  organel mengandung bahan-bahan padat, granula alfa dan mitokondria.  Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval. Diameternya 2-4  mikron. Sel megakariosit yang menghasilkan trombosit merupakan sel yang  sangat besar dalam susunan hemopoitik yang berada dalam sum-sum tuilang  dan tidak meninggalkannya untuk memasuki darah. 
Konsentrasi  normal trombosit dalam darah adalah antara 150.000-350.000 mm kubik.  Meskipun tidak mempunyai inti, trombosit mempunyai ciri fungsional  sebagai sebuah sel. Dalam sitoplasma terdapat molekul aktif seperti :  (1) aktin dan miosin yang menyebabkan trombosit berkontraksi, (2) sisa  retikulum endoplasma dan aparatus golgi yang mensintesis enzim dan  menyimpan besar ion kalsium, (3) sistem enzim yang mampu membentuk ATP  dan ADP, (4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, (5) suatu  protein penting yaitu faktor pemantap fibrin, dan (6) faktor pertumbuhan  yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh  darah. Pada membran sel trombosit terdapat lapisan glikoprotein yang  menyebabkan trombosit bisa melekat pada pembuluh darah yang luka,  terutama pada sel endotel yang rusak dan jaringan kolagen yang terbuka.  Trombosit juga mengandung fosfolipid yang dapat mengaktifkan salah satu  sistem pembekuan darah yang disebut sistem intrinsik. Pada membran  trombosit terdapat enzim adenilat siklase yang bila diaktifkan dapat  menyebabkan pembentukan AMP siklik yang menggiatkan aktifitas dalam  trombosit. Jadi trombosit merupakan struktur yang sangat aktif, waktu  paruhnya 8-12 hari setelah itu mati. Trombosit kemudian diambil dari  sirkulasi, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit  diambil oleh makrofag pada waktu darah melewati kisi trabekula yang  tepat. (Guyton, 1997)
II.1.3 Protein darah
Protein  darah yang terlibat dalam hemostasis meliputi protein koagulasi,  protein enzim fibrinolitik sistem kinin dan sistem komplemen serta  inhibitor yang terdapat pada sistem-sistem tersebut. Sistem protein  koagulasi terpusatkan pada tiga reaksi yaitu pada reaksi pembentukan  faktor Xa, reaksi pembentukan trombin, dan reaksi pembentukan fibrin.  Protease serin adalah faktor pembekuan yang diaktifkan pada reaksi  pembentukan faktor Xa dan bagian yang aktif untuk aktivitas enzim adalah  asam amino serin. Pada ketiga reaksi kunci tersebut memerlukan  komponen-komponen seperti substrat, enzim, kofaktor, fosfolipoprotein  dan kalsium. (Sodeman, 1995)
II.2 Mekanisme Hemostasis
Istilah  hemostasis berarti pencegahan hilangnya darah. Bila pembuluh darah  mengalami cidera atau pecah, hemostasis akan terjadi. Peristiwa ini  terjadi melalui beberapa cara yaitu : vasokonstriksi pembuluh darah yang  cidera, pembentukan sumbat trombosit, pembekuan darah, dan pertumbuhan  jaringan ikat kedalam bekuan darah untuk menutup pembuluh yang luka  secara permanen. Kerja mekanisme pembekuan in vivo ini diimbangi oleh  reaksi-reaksi pembatas yang normalnya mencegah mencegah terjadinya  pembekuan di pembuluh yang tidak mengalami cidera dan mempertahankan  darah berada dalam keadaan selalu cair.
II.2.1. Vasokonstriksi pembuluh darah
 Segera  setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh  darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga  aliran darah dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi  akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf  dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah  yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks  saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang  menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah.  Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri.  (Guyton, 1997)
II.2.2. Pembentukan sumbat trombosit
Perbaikan  oleh trombosit terhadap pembuluh darah yang rusak didasarkan pada  fungsi penting dari trombosit itu sendiri. Pada saat trombosit  bersinggungan dengan pembuluh darah yang rusak misalnya dengan serabut  kolagen atau dengan sel endotel yang rusak, trombosit akan berubah sifat  secara drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya irreguler dengan  tonjolan yang mencuat ke permukaan. Trombosit menjadi lengket dan  melekat pada serabut kolagen dan mensekresi ADP. Enzimnya membentuk  tromboksan A, sejenis prostaglandin yang disekresikan kedalam darah oleh  trombosit. ADP dan tromboksan A kemudian mengaktifkan trombosit yang  berdekatan sehingga dapat melekat pada trombosit yang semula aktif.  Dengan demikian pada setiap lubang luka akan terbentuksiklus aktivasi  trombosit yang akan menjadi sumbat trombosit pada dinding pembuluh.  (Guyton, 1997)
II.2.3. Pembentukan bekuan darah
Bekuan  mulai terbentuk dalam 15-20 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan  dalam 1-2 menit bila trauma pembuluh kecil. Banyak sekali zat yang  mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat  prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat  yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zet antikoagulan. Dalam  keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak  membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan didaerah  yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara  umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu pembentukan  aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah,  perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator  protombin, dan perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin  yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi  bekuan darah.
a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator  protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan  jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya  peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur  intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu  sendiri.
Langkah-langkah mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pelepasan  tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu  fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim  proteolitik.
2. Pengaktifan  faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan  dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk  faktor X yang teraktivasi.
3. Terjadinya  ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi  yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan  faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.
Gambar 1. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan
(Guyton, 1997)
Langkah-langkah mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan
1. Pengaktifan  faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena  trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan  kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim  proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.
2. Pengaktifan  faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi  bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan  HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.
3. Pengaktifan  faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi  bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4. Pengaktifan  faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan  faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk  mengaktifkan faktor X.
5. Kerja  dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin.  Langkah dalam jalur intrinsic ini pada prinsipnya sama dengan langkah  terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung  dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks  yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak  pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan  bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa  detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan  dengan proses pembekuan selanjutnya.
Gambar 2. Mekanisme instrinsik sebagai awal pembekuan
(Guyton, 1997)
b. Perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisis oleh activator protombin.
Setelah  activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah,  activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin  yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul  fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya.  Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan  pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin  yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan  darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin.  Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari  protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya.  Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Trombin  merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan  bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang  berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk  molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis  berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk  retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi,  molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non  kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan  mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin  tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma.  Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam  bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang  fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini  bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul  fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara  benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan  fibrin secara tiga dimensi.
II.3 Kelainan Patofisiologi Hemostasis dan Pembekuan darah
Kelainan  patofisiologis hemostasis dan pembekuan darah bias disebabkan oleh  defisiensi salah satu faktor pembekuan dan kelainan jumlah trombosit.  Perdarahan hebat dapat terjadi akibat defisiensi vitamin K, hemofilia  serta trombositopenia. Selain itu kelainan dapat terjadi akibat adanya  bekuan yang terbentuk secara abnormal seperti pada keadaan tromboembolus  pada manusia.
a. Perdarahan hebat akibat defisiensi vitamin K 
Akibat  kekurangan vitamin K, seseorang otomatis akan mengalami penurunan  protombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hampir seluruh faktor  pembekuan dibentuk di hati. Oleh karena itu penyakit-penyakit hati  seperti hepatitis, sirosis, acute yellow tropy dapat menghambat system  pembekuan sehingga pasien mengalami perdarahan hebat. Vitamin K  diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan yang sangat penting yaitu  protombin, faktor IX, faktor X dan faktor VII. Vitamin K disintesis  terus dalam usus oleh bakteri sehingga jarang terjadi defisiensi.  Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada orang yang mengalami gangguan  absorbsi lemak pada traktus gastrointestinalis. Selain itu disebabkan  juga karena kegagalan hati mensekresi empedu dalam traktus intestinalis  akibat obstruksi saluran empedu.
b. Hemofilia
Hemofilia  adalah kecenderungan perdarahan yang hampir selalu terjadi pada pria  yang disebabkan defisiensi faktor VIII yang dikenal dengan nama  hemofilia A atau hemofilia klasik. Faktor tersebut diturunkan secara  resesif melalui kromosom wanita. Oleh karena itu hampir seluruh wanita  tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit  satu dari duaa  kromosom X nya mempunyai gen-gen sempurna. Tetapi bila salah satu  kromosom X nya mengalami defisiensi maka akan menjadi carier hemofilia.  Perdarahan pada hemofilia biasanya tidak terjadi kecuali mendaapat  trauma. Faktor pembekuan VIII terdiri dari dua komponen yang terpisah.  Komponen yang kecil sangat penting untuk jalur pembekuan intrinsic dan  defisiensi komponen ini mengakibatkan hemofilia klasik. Tidak adanya  komponen besar dari faktor pembekuan VIII menyebabkan penyakit  willebrand.
c. Trombositopenia.
Trombositopenia  berarti trombosit dalam system sirkulasi jumlahnya sedikit. Penderita  trombositopenia cenderung mengalami perdarahan seperti pada hemofilia.  Tetapi perdarahannya berasal dari kapiler kecil bukan dari pembuluh yang  besar seperti pda hemofilia. Sehingga timbul bintik-bintik perdarahan  pada seluruh jaringan tubuh. Kulit penderita menampakkan bercak-bercak  kecil berwarna ungu yang disebut dengan trombositopenia purpura.  Sebagian besar penderita trombositopenia mempunyai penyakit yang dikenal  dengan trombositopenia idiopatik yang berarti tidak diketahui  penyebabnya. Jumlah trombosit dalam darah dapat berkurang akibat adanya  abnormalitas yang menyebabkan aplasia sum-sum tulang. Penghentian  perdarahan dapat dicapai dengan memberikan tranfusi darah segar.  Prednison dan azatioprin yang bersifat menekan pembentukan antibodi  bermanfaat bagi penderita trombositopenia idiopatik.
d. Keadaan Tromboembolik pada Manusia
Bekuan  yang abnormal yang terbentuk dalam pembuluh darah disebut thrombus.  Darah yang mengalir dapat melepaskan trombus itu dari tempat  perlekatannya, dan bekuan yang mengalir bebas dikenal dengan embolus.  Embolus akan terus mengalir sampai suatu saat tersangkut di pembuluh  darah yang sempit. Embolus yang berasal dari arteri besar atau jantung  bagian kiri akan menyumbat arteri sistemik atau arterioul. Embolus yang  berasal dari system vena dan jantung bagian kanan akan mengalir memasuki  pembuluh paru dan menyebabkan emboli dalam arteri paru. Penyebab  timbulnya tromboembolus pada manusia adalah arteriosclerosis, infeksi  atau trauma yang menyebabkan permukaan endotel pembuluh yang kasar. Hal  tersebut dapat mengawali proses pembekuan. Sebab lain adalah karena  darah sering membeku bila mengalir sangat lambat, karana sejumlah kecil  trombin dan prokoagulan lain selalu dibentuk. Bekuan tersebut  dihilangkan dari peredaran darah oleh makrofag terutama sel kupfer di  hati. Bila darah mengalir terlalu lambat maka kadar prokoagulan  meningkat sehingga proses pembekuan akan dimulai. Karena pembekuan  hampir selalu terjadi pada darah yang terhambat alirannya dalam pembuluh  dalam beberapa jam, maka imobilitas pasien ditempat tidur ditambah  dengan penyanggaan lutut dengan bantal sering menimbulkan pembekuan  intravaskular disebabkan bendungan darah vena tungkai selama beberapa  jam.
Bekuan tersebut  bertambah besar terutama ke daerah yang bergerak lamban kadang sampai  mengisi seluruh panjang vena tungkai dan bahkan tumbuh ke atas sampai ke  vena iliaka komunis dan vena kava inferior. Bagian besar dari bekuan  terlepas dari perlekatannya pada dinding pembuluh darah dan mengalir  secara bebas mengikuti darah vena ke jantung bagian kanan kemudian ke  arteri pulmonalis menimbulkan emboli paru yang masif.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 524-30
Gilvery,  Robert W M C., Goldstein, Geral W. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan  Fungsional. Edisi 3 Alih Bahasa Dr. Tri Martini Sumarno. Surabaya :  Penerbit AUP. Hal 376-87
Guyton, A., & Hall, J. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 250-315
Kosasih. dr. E.N. 1982. Kapita Selekta Hematologi Klinik. Penerbit Alumni. Jakarta. Hal 103-43
Sodeman. 1995. Patofisiologi : Mekanisme Penyakit. Jakarta. Hal 373-82
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar