LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE
1 LATAR BELAKANG
Asma  merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak hingga  dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu yang  selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena  kecemasan, kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur,  infeksi pernafasan, obat-obatan dan alergen.
Di  negara-negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5% - 20% bayi  dan anak-anak menderita asma. Sedangkan pada orang dewasa dan orang tua  rata-rata berkisar antara 2% - 10%.(Sundaru H., hal-6, 1995).  Penelitian yang pernah dilakukan dibeberapa tempat diperkirakan 2-5 %  menderita asma. 
Insiden  penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien,  jenis kelamin, bakat alergi, bunga, keturunan, lingkungan dan faktor  psikologi. Berbagai masalah yang ditimbulkan pada penyakit asma  tergantung pada usia, pekerjaan dan fungsi klien dalam keluarga  tersebut.
Tingginya angka  kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak pada psikologis  dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya kecenderungan  untuk menolak saran-saran dalam upaya mengeliminasi perilaku yang  mendukung kesehatannya, merupakan salah satu respon psikologis pasien  asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi dalam  memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya  difikirkan tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi  keterbatasan fungsi tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat  tindakan perawat baik selama serangan, maupun setelah serangan sehingga  klien terhindar dari kekambuhan dan dapat berfungsi secara optiman.
2 DEFINISI ASMA BRONKHIALE
Menurut  Crocket (1997), Asma Bronkhiale didefinisikan sebagai suatu penyakit  dari sistem pernafasan yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan  gejala-gejala bronkhospasme yang bersifat reversibel. 
Asma  bronchiale menurut  American’s Thoracic Society dikutip dari Barata  Wijaya (1990) adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons  trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi  adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat  berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. 
3 PATOFISIOLOGI
3.1 Patofisiologi Asma Bronkhiale Alergenik
Asma  timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen. Alergen  yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran  pencernaan dan lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja  sebagai Antigen Presenting Cells (APC). Setelah Alergrn diproses dalam  sel APC, kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel TH.  Sel APC melalui penglepasan Interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel TH,  melalui penglepasan IL-2 oleh sel TH yang diaktifkan, kepada sel B  diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk  Ig-E. 
Ig-E yang terbentuk  diikat mastoit. yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam  sirkulasi.Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada  permukaannya memiliki reseptor untuk.Ig-E.Sel eosinofil, makrofaq dan  trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig-E tetapi dengan afinitas yang  lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastoit dan basofil dengan Ig-E  pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala .Orang tersebut  sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan.
Bila  orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan  alergen yang sama, alergen yang masuk ke tubuh akan diikat oleh Ig-E  yang sudah ada pada permukaan mastoit dan basofil. Ikatan tersebut akan  menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel  yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar  cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses  degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang  sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma  yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil, Chemotactic  Faktor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), Trypase dan  Kinin.Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi  bronkhus oleh histamin.
Menurut  konsep masa kini asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi)  saluran nafas (Samsuridjal & Bharatawidjaja, 1994; Sundaru, 1996)  yang disertai kepekaan saluran napas terhadap rangsangan atau hiper  reaksi bronkhus (Bronchial Hiper Responsivnees / BHR). Sifat peradangan  pada asma khas yaitu adanya tanda-tanda peradangan saluran nafas  disertai infiltrasi sel eosinofil.
Hipereaktifitas  bronkhus yaitu bronkhus yang mudah sekali mengkerut (Konstriksi) bila  terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada  kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen  (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajan dan  lainnya baik yang berupa irutan maupun yang bukan irutan (Sundaru, H.  hal. 27,1996).Dewasa ini telah diketahui bahwa hiper reaktifitas  bronkhus disebabkan oleh inflamasi bronkhus yang kronik. Sel-sel  inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan  bilas bronkhus pasien asma bronkhiale sebagai bronkhitis kronik  eosinofilik Hiper reaktifitas berhubungan dengan derajat berat  penyakit.Di klinik adanya hiper reaktifitas bronkhus dapat dibuktikan  dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan  hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap secara klinik  sebagai penyakir bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik  sebagai suatu hiper reaksi bronkhus dan secara patologik sebagai suatu  peradangan saluran napas.
Bronkhus  pada  pasien asma mengalami odema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi  sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang  menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya  pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula  pada pasien asma bronkhiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus  terutama pada cabang-cabang bronkhus.
Akibat  dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta  hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya  sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi (whezzing) dan  batuk yang produktif.
3.2 Patofisiologi Asma Bronkhiale Non Alergenik
Asma  Bronkhiale Non Alergenik (Asma Intrinsik) terjadi bukan karena  pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti  infeksi saluran nafas atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat,  serta stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan saraf  otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta  dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas  adrenergik beta lebih dominan dari pada adrenergik alfa. Pada sebagian  penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat yang  mengakibatkan bronkho konstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor  adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam  membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga  massenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase  tersebut diaktifkan dan akan menghasilkan ATP dalam sel menjadi 3’5’  cyccyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot  polos bronkhus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil dan  menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik  beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibatnya  terjadi bronkho konstriksi, hiper sekresi kelenjar mukus dan oedema  kelenjar mukus bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini  dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (Baratawidjaja, 1990).
4 FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA BRONKHIALE
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
4.1 Alergen
Alergen  adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan  serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides  pteronissynus), spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang,  beberapa makanan laut dan sebagainya
4.2 Infeksi saluran nafas
Infeksi  saluran nafas terutama oleh virus seperti influensa merupakan salah  satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhiale.  Diperkirakan dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan  oleh infeksi saluran nafas.(Sundaru, 1991).
4.3 Stress psikologik
Stress  psikologik bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai pencetus asma,  karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi tidak menjadi  penderita asma bronkhiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan  asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih  menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
4.4 Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian  penderita asma bronkhiale akan mendapatkan serangan asma bila melakukan  olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda  paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan  jasmani (Exercise Induced Asthma / EIA) terjadi setelah olah raga atau  aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam  setelah olahraga.
4.5 Obat-obatan
Beberapapasien  asma bronkhiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti  penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
4.6 Polusi udara
Pasien  asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap  rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran sulfur dioksida dan oksida  fotokemikal, serta bau yang tajam.
4.7 Lingkungan kerja
Diperkirakan  2 – 15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah lingkungan kerja  (Sundaru H., 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat pekerjaan yang  dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :
PENCETUS LOKASI
1). Bulu dan serpih kulit binatang
2). Enzim bakteri subtilis
3). Debu kopi dan teh
4). Debu kapas
5). Toluen diisosianat
6). Debu gandum dan padi-padian
7). Amoniak, sulfur dioksida, asam klorida, klorin
8). Garam platina
9). Ampisiln, spiramisin, piperasin. 1). Laboratorium hewan dan peternakan
2). Industri detergen
3). Pengolahan kopi dan teh
4). Industri tekstil
5). Industri plastik
6). Pabrik roti dan bongkar muat di gudang gandum dan padi-padian
7). Industri kimia dan perminyakan
8). Pemurnian Platina
9). Industri Obat-obatan
4.8 Lain-lain
Selain  faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang  mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu  lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium  glutamat), bahan pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning  (tartarazin). Dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma  seperti sinusitis, rinitis dan regurgitasi asam lambung.
5 MANIFESTASI KLINIS
Selama  serangan asma, klien mengalami dispnea dan tanda-tanda kesulitan  pernapasan. Permulaan tanda-tanda serangan terdapat sensasi konstriksi  dada (dada terasa berat), whezing, batuk non produktif, takhikardi dan  takipnea.
Beratnya asma  dapat diklasifikasikan dalam : ringan, sedang dan berat tergantung  gejala-gejala. Sistem skoring diberikan untuk mengklasifikasikan  tersebut.
Tabel Penilaian Keperahan Asma (Skoring)
Gejala Penggunaan Bronkhodilator Variabilitas PEFR (APE)
Terjaga malam hari                          4
Gejala tiap hari                                 3
Gejala < tiap hariperminggu            2
< tiap minggu atau waktu olah raga 1
Tidak ada serangan selama 3 bulan 0 > 4 x / hari
1 – 4 x / hari
< tiap hari
< per minggu
tidak selama 3 bulan > 25 %                   4
15 – 25 %              3
10 – 15 %              2
6 – 10 %                1
< 6 %                     0
Dikutip dari Assagaf H & Mukty A, 1995
Skore maksimum : 12
Asma ringan  : 1 – 5
Asma sedang  : 6 – 8
Asma berat  : 9 – 12
Variabilitas PEFR : Harga PEFR tertinggi – harga PEFR terendah X 100 %
     Harga PEFR tertinggi
PEFR : Peak Expiratory Flow Rate
APE : Arus Puncak Ekspirasi
6. MANAGEMEN MEDIS
Episode asma akut (serangan asma) dapat termasuk kedaruratan medis. Intervensi medis untuk episode ini secara primer bertujuan :
1. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan bronkhospasme atau membersihkan sekret yang berlebihan atau yang tertahan.
2. Memelihara keefektifan pertukaran gas
3. Mencegah komplikasi seperti gagal nafas akut dan status asmatikus
Obat-obatan yang dipakai meliputi bronkhodilator dan anti inflamasi atau keduanya. 
 Obat anti inflamasi meliputi :
 Kortikosteroid
 Sodium kromolin
 Anti inflamasi lainnya
Obat bronkhodilator :
a. Adrenergik :
• Epinefrin
• Efedrin
• Isoproterenol
• Beta adrenergik agonis selektif
b. Non Adrenergik :
• Teofilin
• Aminofilin
Perlu juga dibeirkan oksigen 2 – 4 liter/menit.
7 MANAGEMEN KEPERAWATAN
Pengkajian :
1. Riwayat Keperawatan
Perlu  dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) faktor-faktor yang biasanya  mencetuskan serangan asma bronkhiale. Dan perlu ditanyakan bagaimana  kemampuan klien untuk menghindari faktor pencetus tersebut, ataukah  klien sudah mengetahui beberapa faktor pencetus tersebut.
2. Keluhan Utama
Keluhan  utama klien adalah sesak napas, setelah terpapar oleh alergen atau  faktor lain yang mencetuskan serangan asma bronkhiale.
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Sistem pernafasan
• Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi.
• Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).
• Pernafasan cuping hidung.
• Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
• Bunyi nafas : whezzing, pemanjangan ekspirasi.
• Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
b. Sistem Kardiovaskuler
• Takhikardia
• Tensi meningkat
• Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu inspirasi)
• Sianosis
• Dehidrasi
• Diaforesis
c. Psikososial
• Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panik, gelisah
4. Pemeriksaan penunjang :
a. Darah : Kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat
b. Gas darah arteri : Penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2 meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas
c. Faal Paru : Menurunnya FEV1
d. Tes kulit : Untuk menentukan jenis alergen.
Diagnose Keperawatan dan Rencana Intervensi :
1. Ketidak efektifan pola napas sehubungan dengan gangguan ekspirasi dan ansietas
Tujuan : 
Klien mampu menunjukkan pola pernafasan yang normal
Ditandai :
a. Penurunan frekuensi pernapasan sampai kebatas normal
b. Penurunan tanda dari sesak nafas, dan penurunan otot bantu nafas.
c. Analisa gas darah dalam batas normal
d. Vital capacity dalam batas normal
Rencana Intervensi :
a. Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernapasan dan adanya tanda-tanda sesak nafas.
b. Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan
c. Baringkan pasien dalam posisi fowler’s untuk meminimalkan kerja ekspansi dada.
d. Berikan Oksigen pernasal sesuai order dokter.
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :
• Kortikosteroid
• Bronkhodilator
• Antihistamin
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan :
Klien akan menunjkkan keefektifan jalan nafas/klien mampu mempertahankan jalan napas yang paten.
Ditandai :
a. Penurunan whezzing dan ronchi
b. Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
c. Tak ada dispenia, sianosis
d. Analisa gas darah dalam batas normal
e. Penurunan batuk kering/non produktif
Rencana intervensi :
a. Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai keadekuatan pertukaran gas.
b. Jika memungkinkan lakukan suction
c. Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat infeksi saluran nafas atas.
d. Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.
e. Tingkatkan intake cairan untuk mencegah sekret yang kental, untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.
f. Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.
g. Jika sekret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : Perkusi dan vibrasi.
h. Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa tidak enak akibat dari sekret.
i. Lakukan order dokter dalam pemberian expectoran.
3. Ansietas sehubungan dengan kesulitan bernafas, takut menderita, dan atau takut serangan berulang.
Tujuan :
Klien mendemonstrasikan penurunan rasa takut dan ansietas
Ditandai :
a. Ekspresi wajah relaks
b. Mengungkapkan perasaan cemas berkurang
c. Tanda vital dalam batas normal
Rencana intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas (ringan, sedang, berat)
b. Kaji kebiasaan ketrampilan koping
c. Berikan dukungan emosional :
• Tetap berada di dekat pasien selama serangan akut
• Antisipasi kebutuhan pasien
• Berikan keyakinan yang menenangkan
d. Implementasikan teknik relaksasi
e. Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana
f. Jangan berbicara bila sedang dispnea berat
4 Potensial terjadi kekambuhan serangan asma 
Tujuan :
Mencegah terjadinya kekambuhan
Rencana intervensi
Berikan penyuluhan tentang usaha pencegahan serangan asma,yaitu :
a. Menjaga kesehatan dengan cara makan makanan yang bergizi, istirahat cukup, minum banyak, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
b. Menjaga kesehatan lingkungan, dengan cara membersihkan rumah, ruangan, kamar tidur dan menghindari tempat lembab.
c. Menghindari faktor pencetus.
d. Menggunakan obat-obatan anti asma.
Peran peraat di sini yaitu mengajarkan cara menggunakan obat anti asma sesuai dengan aturan pakai.
e. Lain-lain (Meditasi).
8 KESIMPULAN
Asma  timbul karena beberapa faktor pencetus dengan serangan yang sangat  menakutkan dan cenderung mengakibatkan kekambuhan.Keadaan ini  menimbulkan beberapa dampak antara lain :
1. Emosi yang labil.
2. Perilaku sehat yang menurun.
3. Keterbatasan fungsi tubuh.
Dalam hal ini perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengatasi dan mencegah timbulnya serangan asma.
Asuhan  keperawatan yang diberikan akan membantu klien memenuhi kebutuhan  dasarnya dan menghindarkan diri dari kekambuhan sehingga dapat berfungsi  secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anes, SW. (1998). Essentials of Adult Health Nursing. Menlo Park. California.
Baratawidjaja, G. K. (1990). Asma Bronkhiale.Dalam Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI. Jakarta.
Black. JM and Ester MJ (1997). Medical Surgical Nursing.Vol. 2, W. B. Saunders Company. Philadelphia.
Engram,B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan medical bedah. Vol 1. EGC. Jakarta.
Fax ,SI and Graw ,M (1999). Human Physiology. Hill Companies. Nort America.
Gibson, JM. (1998). Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk  perawat. EGC. Jakarta.
Kaliner, MA. (1991). Astma its Pathology and Treatment. Vol. 49, National Institutes of Health Bethesda, Maryland.
Kontaraf, J. (1992). Olah Raga Sumber Kesehatan. Advent. Bandung.
Sundaru H. (1995). Asma : Apa dan Bagaimana Pengobatannya. FKUI. Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA
PENGERTIAN
Penyakit pada bronkus dengan karakteristik bronkospasme ( Black, 1997).
Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor lingkungan
Infeksi virus
Allergens
pollutan
Faktor dari dalam (predisposisi)
Stress, laughing, crying
Exercise (latihan)
Perubahan temperatur
Bau yang menyengat
Patofisiologi
Asma  merupakan proses peradangan kronik yang menyebabkan edema mukosa,  sekresi mukus, peradangan saluran pernapasan. Ketika seseorang dengan  asma terpapar allergen ekstrinsik dan iritan (seperti debu, serbuk, asap  rokok, jamur, obat, makanan), saluran pernapasan menjadi terinflamasi,  menyebabkan napas pendek, sesak napas, daqn wheezing. Manifestasi klinik  awal ( Reaksi fase awal) terjadi segera + 1 jam. 
 Pada  saat klien kontak dengan allergen, Ig E dihasilkan oleh limfosit B.  Antibodi Ig E menempel pada sel mast dan basofil pada dinding bronkus.  Sel mast melepaskan mediator kimia peradangan seperti histamin,  Bradikinin, prosraglandin dan SRS-A (slow reacting subsctance of  anaphylaxis). Substansi ini menyebabkan dilatasi kapiler yang  menyebabkan edema pada saluran pernapasan sebagai usaha untuk mencairkan  allergen dan membersihkannya dari saluran pernapasan.
 Substansi  ini juga menyebabkan konstriksi saluran pernapasan untuk menutup airway  guna mencegah terhirupnya allergen lebih banyak lagi. Pada sebagian  klien dengan asma mengalami Reaksi yang terlambat. Walaupun gejala pada  fase ini sama dengan gejala awal, gejala tidak muncul sampai 2-8 jam  setelah terpapar allergen dan munkin sampai berjam-jam atau bahkan 1  hari. Pada kedua fase, pelepasan mediator kimia menyebabkan respon  airway. Walaupun pada Reaksi fase yang terlambat, mediator menarik  sel-sel yang terinflamasi yang lain dan menimbulkan obstruksi dan  inflamasi yang terus-menerus. Inflamasi yang kronik ini menghasilkan  hiperresponsif dari saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan episode  respon yang berikutnya dimana tidak hanya antigen yang spesifik tetapi  juga merangsang pengerahan tenaga atau pernapasan sehingga manifestasi  kliniknya mungkin terjadi peningkatan frekuensi dan kegawatan.
 Reseptor  adrenergik alpha dan beta pada sistem saraf Simpatis ditemukan di  bronkus. Hal ini menyebabkan bronkokonstriksi. Sebaliknya stimulasi  reseptor adrenergik beta menyebabkan bronkodilatasi. AMP menyeimbangkan 2  reseptor. Beberapa teori menyarankan bahwa asma mungkin kekurangan  Stimulasi adrenergik. Jika klien mengalami serangan asma dan tidak ada  pengobatan yang dekat, serangan kadang bisa dikurangi dengan pernapasan  bibir. Kafein juga dapat digunakan untuk menghentikan serangan asma,  tetapi keefektivannya belum terbukti.
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar