Sabtu, 19 November 2011

Askep Pasien Dengan Kanker Ovarium

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER OVARIUM

A. Pengertian 
Kanker merupakan penyakit sel dengan ciri kegagalan atau gangguan dalam mengatur multiplikasi dan fungsi hemostatisnya dalam organisme multiseluler (Monuaba, 2001 : 699).
“Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histogenesis yang beraneka ragam” (Sjamsuhidajat, 1997 : 990)
B. Etiologi 
Kanker ovarium juga bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu wanita nullipara, melahirkan pertama kali pada usia diatas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kanker ovarium, kanker payudara atau kanker kolon (www.indomedia.com).
Disamping itu, Selain gizi dengan jumlah lemak tinggi faktor diet dengan nilai gizi rendah juga cenderung dapat meningkatkan terjadinya kanker ovarium (Manuaba, 2001 : 670).
Resiko terbesar terjadinya kanker ovarium adalah ovulasi yang terus berlangsung tanpa entrupsi dalam waktu lama. Penggunaan metode pil KB, kehamilan multiple dan menyusui yang menurunkan frekuensi dari ovulasi tampaknya memberikan proteksi terhadap kejadian kanker (Donielle & Jane, 2000 : 165).
     
C. Patofisiologi
Pertumbuhan tumor primer diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar menyebabkan berbagai keluhan seperti perasaan sebah, makan sedikit terasa cepat kenyang, sering kembung, nafsu makan menurun. Kecenderungan untuk melakukan implantasi dirongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan asites. Kanker ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam (Manuaba, 2001 : 400).

Kanker ovarium juga bisa menyebabkan penekanan pada kandung kemih dan rektum yang dapat menyebabkan perasaan buang air kecil (dalam pengertia bila tidak menderita biasanya setiap melakukan buang air kecil sekitar 400 cc, maka pada penderita kanker ovarium ini baru 200 cc buang air kecil biasanya akan kembali lagi buang air kecil dan apabila tumor semakin besar keluhan dapat dirasakan antara lain perut bagian bawah tegang dan membesar, kemudian adanya penekanan terhadap organ-organ dalam rongga panggul lainnya yang dapat menyebabkan nyeri pada saat senggama. Dan nyeri yang hebat juga dapat dirasakan apabila tumor pecah atau terpuntir sedangkan pada stadium lanjut dapat terjadi penimbunan cairan dalam rongga perut atau rongga dada yang dapat menyebabkan keluhan sesak nafas, yang kemudian dapat menimbulkan penjalaran tumor kebagian organ-organ rongga panggul dan rongga perut seperti usus, omentum, hati, dan limfa serta dinding perut (www.indomedia.com).















Stadium klinik kanker ovarium menurut FIGO
STADIUM KLINIK FIGO
STADIUM I Pertumbuhan terbatas pada ovarium.
Ia
Pertumbuhan terbatas pada satu ovarium tidak ada tumor pada permukaan luar, kapsul ovarium inteke
Ib
Kedua ovarium tanpa asites, inteke tumor pada permukaan luar, kapsul ovarium inteke.
Ic
Tumor pada permukaan luar pada satu atau dua ovarium dengan kapsul ruptor atau dengan asites yang mengandung sel-sel ganas atau peritonial washing positif.
STADIUM II Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran pelvik.
IIa Penyebaran atau metastase ke uterus atau tuba.
IIb Penyebaran keorgan pelvik lain.
IIc Seperti stadium IIa dan IIb, tetapi dengan tumor pada permukaan, kapsul ruptur atau dengan asites mengandung sel ganas atau peritonial washing positif.
STADIUM III
Tumor pada satu atau dua ovarium dengan implantasi teritonium diluar pelvis dan adanya nodus retroperinal atau iguinal. Metastase pada hepar superfisial juga stadium III.
Secara makros tumor terbatas pada panggul sejati, tetapi secara histologik terbukti terdapat penyabaran ganas keusus halus.
IIa
Secara makros tumor terbatas pada panggul sejati tanpa nodus, namun secara histologik terbukti terdapat penyebaran mikroskopis kepermukaan peritorium abdomen.
IIIb
Tumor pada satu atau dua ovarium terbukti secara histologik terdapat pertumbuhan pada permukaan peritonium abdomen dengan diameter kurang dari  2 cm. Tanpa nodus.
IIIc
Terdapat implantasi abdomen lebih dari 2cm, dengan nodus retropenial atau inguinal positif. 
STADIUM IV Terdapat metastase jauh. Sitologi positif pada cairan pleura. Metastase ke parenkim hepar.
(Manuaba, 2001 : 678)
D. Manifestasi klinis
Tidak ada tanda dan gejala awal yang spesifik dari kanker ovarium. Ini adalah merupakan alasan utama dimana begitu banyak tumor ditemukan hanya bila tumor meluas (Danielle & Jane, 2000 : 165).
Kanker ovarium sering kali baru terdiagnosa pada stadium yang lebih lanjut dimana masa tumor sudah mulai menekan organ-organ disekitarnya. Namun tanda dan gejala kanker ovarium dapat berupa : 
1. Rasa tidak enak diperut
2. Gangguan saluran cerna yang terus menerus, seperti diare, kembung, sembelit.
3. Rasa nyeri dan berat dirongga panggul.
4. Peningkatan atau penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya.
5. Pembengkakan perut yang tidak nyeri
6. Perdarahan melalui vagina yang tidak lazim
7. Mual muntah.
8. Kehilangan nafsu makan.
9. Sering buang air kecil.
10. Sesak nafas.
11. Demam.
12. Nyeri saat berhubungan intim.
(www.indomedia.com)
E. Pemeriksaan Penunjang
Upaya yang dilakukan  adalah dengan melakukan pemeriksan  secara berkala yang meliputi :
1. Pemeriksaan klinis genekologik untuk mendeteksi adanya kista atau  pembesaran ovarium lainnya.
2. Pembesaran  Ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah.
3. CT-Scaning/MRI bila dianggap perlu.
4. Pemeriksaan petanda tumor(tumor marker).
                                                                            (www.indomedia.com)
F. Komplikasi
Komplikasi pada pasien karsinoma ovarium seringkali sulit untuk dibedakan hal-hal yang disebabkan oleh pengobatan. Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien wanita premenopause. Kemoterapi dengan cisplatin dihubungkan dengan mual, muntah dan suspresi sumsum tulang, mungkin juga muncul masalah potensial ototoksik, nefrotoksik dan neurotoksik. penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus, asites, fistula dan edema ekstrimitas bawah. (Danielle & Jane, 2000 : 166).

G. Penatalaksanaan
Umumnya pengelolaan tumor ganas ovarium didasarkan atas tingkat klinis, jenis tumor dan gambaran histopatologik.
Pada tingkat klinis I dan II dilakukan pembedahan dasar dengan pengangkatan uterus, adneks, omentum dan apendiks. Pada tingkat klinis III dan IV dilakukan pembedahan dasar  yaitu pengangkatan melalui tindakan pembedahan histerektomi total  dengan pengangkatan tuba fallopi dan ovarium (Smelzer & Bare, 2002 :1569).  
Perawat juga harus memberikan asuhan kerperawatan secara komprehensif meliputi aspek fisik, psikologi, serta dampak emosi pasien dan keluarga karena mengingat bahwa juga bahwa pasien kanker ovarium untuk harapan hidup dan angka kesembuhan  yang rendah, lamanya perawatan serta biaya  pengobatan tinggi, maka peran perawat sangat penting sebagai motivator dengan memberikan dukungan, perhatian, meningkatkan kepercayaan diri pasien serta menganjurkan pasien berdoa sesuai kepercayaan nya untuk mendorong semangat hidup pasien dengan tetap melibatkan keluarga (Smeltzer & Bare, 2002 : 1570).




H. Histerektomi
1. Pengertian
Histerektomi merupakan tindakan pengangkatan uterus, melalui pembedahan. Paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi keganasan tertentu (smeltzer &  Bare, 2002 : 1562).
2. Indikasi
 Kanker, pendarahan uterus disfungsi endometriosis, pertumbuhan nonmalignal dalam uterus, servik dan adenoksa, prolaps, pelvis, cedera pada uterus yang tidak dapat diperbaiki serta pra kanker dileher rahim. (Smeltzer & Bare, 2002 : 1562).
3. Macam-macam Histerektomi
Berdasarkan luas dan bagian rahim yang diangkat, tindakan histerektomi bisa dikategorikan tiga jenis
a. Histerektomi subtotal : “Pengangkatan supravaginal
b. Histerektomi total : “Pengangkatan badan dan leher rahim seperti pengangkatan uterus, serviks, dan ovarium.
c. Histerektomi radikal : “Pengangkatan jaringan penggantung diangkat sampai kedinding panggul dan 1/3 panjang saluran vaginal, seperti pengangkatan uterus, admeksa, vagina, proximal, dan noduslimfe bilateral melalui insisi adomen”. 
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1570).

4. Penatalaksanaan Post Histerktomi
Pendarahan dapat terjadi setelah post histerektomi. Untuk menditeksi komplikasi ini secara dini, memantau tanda-tanda vital pasien balutan abdomen dipantau terhadap drainase jika tindakan abdomen digunakan. Dalam persiapan untuk pemulaan dari rumah sakit. Perawat memberikan pedoman mengenai pembatasan aktivitas untuk meningkatkan penyembuhan dan pencegahan perdarahan pasca operatif.
Karena posisi selama pembedahan, edema pasca operatif dan immobilitas, pasien beresiko mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal. Untuk meminimalkan resiko ini, stoking elastis digunakan, selain itu pasien didorong dan dibantu untuk mengubah posisi dengan sering, meski tekanan dibawah  lutut harus dihindari. Perawat membantu pasien untuk ambulasi dini dalam periode pasca operatif dan pasien didorong untuk melakukan latihan pada tungkai serta kakinya. Ketika ia sedang ditempat tidur. Selain itu perawat mengkaji terhadap adanya trombosis vena profunda (nyeri pada tungkai, tanda homan positif). Karena pasien mungkin dipulangkan dalam satu atau dua hari setelah pembedahan diinstrusikan untuk menghindari duduk di kursi dalam waktu lama dengan tekanan pada lutut, duduk dengan tungkai disilang, dan immobilitas.
Disfungsi kandung kemih, karena kemungkinan kesulitan dalam berkemih secara pasca operatif dapat dipasang sebelum pembedahan dan dibiarkan dalam periode singkat setelah pembedahan, jika kateter terpasang maka kateter tersebut biasanya dilepaskan segera setelah pasien ambulasi. Setelah kateter terlepas, haluran urine pasien dipantau selain itu, abdomen dikaji terhadap distensi.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1563).

5. Komplikasi histerektomi
a. Hemoragi
Himoragi pasca operasi timbul biasanya karena ikatannya terlepas atau oleh karena usaha penghentian darah kurang sempurna. Perdarahan yang mengalir keluar mudah diketahui, yang sulit diketahui adalah perdarahan dalam rongga perut.
(Hanifa, 1999 : 670)

b. Trombosis Vena Profunda
karena posisi selama pembedahan, edema post operasi dan imobilitas pasien resiko untuk mengalami trombosis vena profunda dan embolus pulmonal.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1564)
c. Disfungsi Kandungan Kemih
Karena kemungkinan kesulitan dalam berkemih posca operasi. 
(Smeltzer & Bare, 2002 : 1564)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder akibat luka post operasi.
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder dari imunosupresan.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi bakteri sekunber luka oprerasi.
6. Resiko syok hipovelamik berhubungan denan perdarahan sekunder ca.ovarium.

J. Fokus Intervensi
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan kanker ovarium adalah :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder akibat luka post operasi.
Tujuan : Rasa nyaman nyeri berkurang.
Kriteria hasil : Eskspresi wajah klien rileks, skala nyeri berkurang, tanda-tanda vital stabil.
Intervensi :
a. Kaji pencetus intensitas, kualitas, lokasi, dan durasi nyeri.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Berikan  informasi kepada klien bahwa rasa nyeri hal yang  wajar. 
d. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
e. Berikan posisi yang nyaman.
 (Carpenito,2001 : 45)
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan hubungan dengan pasangan dan keluarga.
      Tujuan : Klien menerima diri setelah kehilangan ovarium.
      Kriteria hasil : Klien dapat menerima keadaanya.
      Intervensi :
a. Kaji pengetahuan lkien.
b. Beri informasi tentang efek samping histerektomi.
c. Beri suprot mental pada klien.
d. Dengarkan kelihan klien.
e. Anjurkan keluarga memberikan dukungan dan menerima klienapa adanya.
                                                (Smeltzer & Bare, 2001 : 1563)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketrbatasan beraktifitas.
      Tujuan : Klien mampu mencukupi kebutuhan ADL mandiri
Kriteria hasil : Terjadi peningkatan latihan dan aktivitas 
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pola aktivitas klien
b. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari. 
c. Bantu pasien latihan pasif aktif secara bertahap.
d. Berikan terapi sesuai advis dokter
e. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
 (Carpenito,2001: 2)


4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder dari imunosupresan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Tingkatkan prosedur cuci tangan.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Kolaborasi pengecekan darah rutin.
 (Doengoes, 2000: 1010)
5. Resiko tnggi infeksi berhubungan dengan invasi bakteri sekunber luka oprerasi.
Tujuan : Tidak terjad Infeksi.
      Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, luka operasi sembuh                         sesuai  dengan tahap penyembuhan luka, tanda-tanda vital nomal.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
c. Pantu hasil laboratorium.
d. Berikan antibiotik sesuai advis.
                                                           (Carpenito, 2001 : 2004)

6. Resiko syok hipovelamik berhubungan denan perdarahan sekunder kanker ovarium.
Tujuan : Syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil : Tekanan darah sistole 110 – 120 mmHg, diastole 80 – 85 mmHg, nadi 60 -80 x/menit, pernafasan 16 – 24 x/menit, akral hangat, tidak keluar keringat dingin

Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda syok hipovolemik.
b. Kaji adanya tanda-tanda syok hipovolemik.
c. Monitor pengeluaran pervagina.
d. Memonitor tanda-tanda vital
(Doengoes, 1999 : 1008)

























DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lindo Juall (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. ed.8. Jakarta :  EGC
Doengoes, E. Marilgnn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3 Jakarta : EGC
Long, Barbara (1996) Perawatan Medikal Bedah 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Manuaba, Ida Bagus. (2001). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita : Jakarta : Arcan
Price & Wikon (1995). Patofisiologi. Eda. Buku 2. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat (1997). Buku Ajaran Ilmu Bedah : Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2 eed 8. Jakarta:EGC
Wikrjosastro. Hanifa. (1997). Ilmu Kandungan: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo : Jakarta.
Wikrjosastro. Hanifa. (1999). Ilmu Kandungan.: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo : Jakarta
http : // www.medicastore.com/cybermed/detail pyk.php?idktg=17$iddtl =894
http : // www.indomedia.com/sripu/2002/08/11/1108ipl.htm 
ÿÿspÿÿÿÿÿÿLeÿÿÿÿneÿÿÿÿv ÿÿÿÿÿÿ fTopInsetPen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Photobucket