Sabtu, 03 Desember 2011

Asuhan Keperawatan Basalioma Nasolabial Sinistra

ASUHAN KEPERAWATAN BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA


BATASAN :
Merupakan tumor ganas dari kulit terdapat adanya lesi yang berbentuk ulkus nodule pada daerah wajah.

PATOFISIOLOGI
FAKTOR PREDISPOSISI :
a. Faktor dari luar : Radiasi, Bahan kimia, Trauma, Luka bakar, Peradangan kronik, dan Tahi lalat.
b. Faktor dari dalam : Genetika, Seroderma pigmentosum, nevus sebaseus, dan nevus epidermal yang linier.

Asuhan Keperawatan Amputasi 2

ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI


Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.

Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
2. amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. amputasi terbuka
2. amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

Manajemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.


Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH KEGIATAN
Integumen :
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat hidrasi.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.
Sistem Cardiovaskuler :
Cardiac reserve
Pembuluh darah Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.



Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.
Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.
Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada makalah ini.

Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung.



Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa tajut akan pembedahan.
- Menyatakan kurang pemahaman.
- Meminta informasi.
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas.
- Mengungkapkan pemahaman tentang operasi.
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.

Menerangkan prosedur operasi dengan sebaik-baiknya.

Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang kecemasan klien. Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.

Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien.

Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan klien melakukan komunikasi secara lebih terbuka dan lebih akurat.

2. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi.
Karakteristik penentu :
- Mengungkapkan rasa takut kehilangan kemandirian.
- Takut kecacatan.
- Rendah diri, menarik diri.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
- mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
- Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yangbaru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang dampak pembedahan pada gaya hidup.

Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

Berikan informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih parah.

Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi. Mengurangi rasa tertekan dalam diri klien, menghindarkan depresi, meningkatkan dukungan mental.

Membantu klien mengapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.

Meningkatkan dukungan mental.

Strategi untuk meningkatkan adaptasi terhadap perubahan citra diri.

Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara lain :
Mengatasi nyeri
- Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
- Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
- Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
- Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk mencegah kontraktur.
- Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
- Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
- Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
- Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM, penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka ).
- Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
- Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.

b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan nyeri.
- Merintih, meringis.
Tujuan : nyeri hilang / berkurang.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan nyeri hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi panthom limb atau dari luka insisi. Bila terjadi nyeri panthom limb



Beri analgesik ( kolaboratif ).

Ajarkan klien memberikan tekanan lembut dengan menempatkan puntung pada handuk dan menarik handuk dengan berlahan. Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri insisi dengan nyeri panthom limb.

Untuk menghilangkan nyeri

Mengurangi nyeri akibat nyeri panthom limb

2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap amputasi
Karakteristik penentu :
- Menyatakan berduka tentang kehilangan bagian tubuh.
- Mengungkapkan negatif tentang tubuhnya.
- Depresi.
Tujuan : Mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
- Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
Validasi masalah yang dialami klien.

Libatkan klien dalam melakukan perawatan diri yang langsung menggunakan putung :
- Perawatan luka.
- Mandi.
- Menggunakan pakaian.

Berikan dukungan moral.

Hadirkan orang yang pernah amputasi yang telah menerima diri. Meninjau perkembangan klien.

Mendorong antisipasi meningkatkan adaptasi pada perubahan citra tubuh.

Meningkatkan status mental klien.

Memfasilitasi penerimaan terhadap diri.

3. Resiko tinggi terhadap komplikasi : Infeksi, hemorragi, kontraktur, emboli lemak berhubungan dengan amputasi
Karakteristik penentu :
- Terdapat tanda resiko infeksi, perdarahan berlebih, atau emboli lemak.
Tujuan : tidak terjadi komplikasi.
Kriteria evaluasi : tidak ada infeksi, hemorragi dan emboli lemak.
INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.
Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau :
-Masukan dan pengeluaran cairan.

- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.

- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
-
Menghindari resiko kehilangan cairan dan resiko terjadinya perdarahan pada daerah amputasi.

Sebagai monitor status hemodinamik

Indikator adanya perdaraham masif

Emboli lemak
Monitor pernafasan.


Persiapkan oksigen


Pertahankan posisi flower atau tetap tirah baring selama beberapa waktu
Memantau tanda emboli lemak sedini mungkin

Untuk mempercepat tindakan bila sewaktu-waktu dperlukan untuk tindakan yang cepat.

Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau memudahkan pernafasan.

Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
Melakukan perawatan luka postoperasi
- Mengganti balutan dan melakukan inspeksi luka.
- Terangkan bahwa balutan mungkin akan digunakan hingga protese yang digunakan telah tepat dengan kondisi daerah amputasi (6 bulan –1 tahun).
Membantu klien beradaptasi dengan perubahan citra diri
- Memberi dukungan psikologis.
- Memulai melakukan perawatan diri atau aktivitas dengan kondisi saat ini.
Mencegah kontraktur
- Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
- Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya kontraktur.
Aktivitas perawatan diri
- Diskusikan ketersediaan protese ( dengan terapis fisik, ortotis ).
- Mengajari klien cara menggunakan dan melepas protese.
- Menyatakan bahwa klien idealnya mencari bantuan/superfisi dari tim rehabilitasi kesehatan selama penggunaan protese.
- Mendemontrasikan alat-alat bantu khusus.
- Mengajarkan cara mengkaji adanya gangguan kulit akibat penggunaan protese.


Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien yang mengalami amputasi merupakan bentuk asuhan kompleks yang melibatkan aspek biologis, spiritual dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperatif harus benar-benar adekuat untuk memcapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegagkkan untuk membantu klien mencapai tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat amputasi.(anas)
REFERENSI
Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC, Jakarta.

Brunner, Lillian S; Suddarth, Doris S ( 1986 ), Manual of Nursing Practice, 4th edition, J.B. Lippincott Co. Philadelphia.

Kozier, erb; Oliveri ( 1991 ), Fundamentals of Nursing, Concepts, Process and Practice, Addison-Wesley Co. California.

Reksoprodjo, S; dkk ( 1995 ), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Asuhan Keperawatan Amputasi

ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI


A. PENGERTIAN
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R. Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1. Amputasi terbuka (guillotine)
Amputasi ini dilakukan atas indikasi enfeksi berat, meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikauterisasi dan luka dibiarkan terbuka, diberi balutan besar. Untuk mencegah retraksi kulit, diberikan skin traction.
2. Amputasi tertutup
Luka ditutup dengan flap kulit sesuai dengan bentuk puntung.

Asuhan Keperawatan HIV - AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS


Konsep Dasar
I. Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

II. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Asuhan Keperawatan Abses

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES


A. Pengertian
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.

Asuhan Keperawatan Asam Urat, Gout

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN METABOLISME PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL (GOUT / ASAM URAT)


1. Asuhan keperawatan pada pasien Gout/Pirai
Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari.
Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menunpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.
Hiperurecemia merupakan hasil:

Gigantisme / Tumbuh Raksasa

GIGANTISME

A. Pengertian
Gegantisme adalah suatu keadaan yang abnormal pada anak yang disebabkan oleh produksi GH yang berlebihan.

B. Etiologi
Tumor hipofise : adenoma eosinofilik

Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis Akut ( Gangguan Sistem Perkemihan )

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
(GLOMERULONEFRITIS AKUT)

A. PENGERTIAN
GNA adalah reaksi imunologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.

(Kapita Selecta, 2000)

B. ETIOLOGI

Asuhan Keperawatan Febris Typoid

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM / FEBRIS TIPOID

A. DEFINISI
Demam/Febris Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam Paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan maniffestasi klinis yang sama/menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam Tifoid dan Paratifoid adalah Typhoid dan Paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus abdominatis.
( Juwono, Rachmat. 1996 )

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi

Asuhan Keperawatan Space Occupying Lession, Tumor Otak

ASUHAN KEPERAWATAN SPACE OCCUPYING LESSION / SOL


A. Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada infrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer & Brenda, 2001).
Tumor otak merupakan lesi destruktif pada CNS Tappa. Penanganan akan menjadi fatal benigna / maligna, di dalam bagian / luar otak, invasif / noninvasive, pertumbuhan lambat/cepat (Black & Matussarin, 1997).
Neoplasma /tumor adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitar dan tidak berguna bagi tubuh (Tim FKUI, 1996).
Tumor otak diklasifikasikan menjadi :
1. Tumor yang berkembang di dalam atau di atas saraf kranial
Ex. : neuroma akustik
2. Tumor yang muncul dari pembungkus otak (meningen)
Ex. : meningioma
3. Tumor yang berasal dari jaringan otak
Ex. : glioma
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh lainnya

Berdasarkan jenis tumor dapat dibedakan menjadi :
1. Jinak (benigna)
Ex. : acoustic neuroma, meningioma, pituitang edenoma, astrocitoma (tingkat I)
2. Ganas (maligna)
Ex. : astro cytoma, oligodeudioglioma, apendyoma (tingkat 2, 3, 4)
Berdasarkan lokasinya, tumor dibedakan menjadi:
1. Tumor intra dural
a. Tumor intra kranial extra cerebral
Ex.: neuroma, tumor hypofise, meningioma.
b. Tumor infrakranial intra cerebral
Ex. : glioma, astrocytoma, dan ganglioma
2. Tumor ekstra dural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, paru, ginjal dan lambung.

B. Etiologi
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
3. Tumor korteks motorik
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang terletak pada satu sisi.
4. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase serebral dari bagian luar.
6. Tumor sudut cerebelopointin
Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama
- Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII / vestibulochorlearis / oktavus)
- Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan cranial ke V/trigemirus)
- Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
- Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/ invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentunya disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertambah menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya masa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruang subaralinoid menimbulkan hidrochepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi inkus serebral. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporal bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mensensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Rontgen tengkorak
Untuk diagnostik sekurang-kurangnya diambil dari 2 arah, ialah anteroposterior dan lateral.
2. Lumbal fungsi, arteriografi dan pneumoensefalografi
3. EEG
4. CT-scan
5. MRI
E. PATHWAY

F. PENATALAKSANAAN
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
- Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
- Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-sum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada klien :
1. Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
2. Setelah tumor recurance
3. Setelah lengkap tindakan radiasi
- Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya:
- Kehilangan memory
- Paralisis
- Peningkatan ICP
- Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
- Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
- Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor pembedahan intrakranial, memfestasi klinik :
- Perubahan visual dan verbal
- Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
- Perubahan pupil
- Kelemahan otot / paralysis
- Perubahan pernafasan

H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data klien
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit sekarang
c. Pemeriksaan fisik
- Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorlektasi, afasia, penurunan/ kehilangan memory, efek tidak sesuai, berdesis
- Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur, diplopia, halusinasi
- Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
- Jantung : bradikardi, hipertensi
- Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial, obstruksi jalan nafas
- Sistem hormonal : aminorhea, rambut rontok, DM
- Motorik : kelemahan sendi, hiper ekstensi, disfungsi neuro auskuler, ataxia

2. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan) ditandai dengan : perubahan kedalaman pernafasan, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi
Tindakan:
- Bersihkan jalan nafas
- Monitor TTV
- Pantau AGD
- Monitor penurunan AGD
- Kolaborasi pemberian O2
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoxia jaringan, serebral, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, defresi SSP dan edema
Tindakan:
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurology secara teratur
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau TTV
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake dan output turgor
- Batasi batuk, muntah
- Pertahankan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-450

3) Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, membungkuk, mengejan.
Tindakan:
- Pantau nyeri PQRST
- Beri kompres dimana area yang sakit
- Monitor TTV
- Beri posisi yang nyaman
4) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tindakan:
- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, antikonvulsi
- Anjurkan klien untuk tidak beraktivitas

5) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan patologi penyakit ditandai disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi.
Tindakan :
- Kaji rentang perhatian
- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Instruksikan untuk melakukan relaksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
6) Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur
Tindakan :
- Kaji status mental dan tingkat cemas
- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Libatkan keluarga dalam perawata

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin E & Moorhouse, 2000. Rencana Askep : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC

Engram, Barbara, 1998. Rencana Asuhan KMB. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C & John E Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, 1998. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Gesapius

Smeltzer & Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih (Kalkuli)

ASUHAN KEPERAWATAN BATU SALURAN KEMIH


1. Pengertian
Adanya batu (kalkuli) pada saluran perkemihan dalam ginjal, ureter, atau kandung kemih yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.
Batu dapat menyebabkan obstruksi, infeksi atau oedema pada saluran perkemihan, kira-kira 75% dari semua batu yang terbentuk terdiri atas; kalsium
Faktor resiko batu ginjal meliputi;stasis perkemihan,infeksi saluran perkemihan, hiperparatiroidismempenyakit infeksi usus, gout, intake kalsium dan vit D berlebih, immobilitas lama dan dehidrasi.
2. Faktor –faktor yang mempengaruhgi pembentukan batu;
a. Faktor intrinsik
Hereditair (keturunan), umur 30-50 tahun, Jenis kelamin laki-laki > perempuan
b. Faktor ekstrinsik
Geografik, Iklim dan temperatur, Asupan air , Diet (banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
Penjelasan lain;
a. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing . Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
b. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kencing.
c. Jenis kelamin
Pria lebih banyak daripada wanita
d. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi daripada daerah lain, Daerah bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
e.Keturunan
di duga diturunkan dari orang tuanya..
f. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat
g. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
h.Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih
i. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas BSk berkurang .Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita BSK ( buli-buli dan Urethra )

4. Patogenesis
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik,bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.
5. Teori terbentuknya batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya BSK. memerlukan adanya substansi organik sebagai inti .Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoproptein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti; sistin,santin,asam urat,kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristaliasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substasi dalam urine .Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,santin,asam dan garam urat,urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat..
d. Teori Berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfatpolifosfat, sitrat magnesium.asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya BSK.
6. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), ph asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsiumm dari tulang, meningkatkan sirkulasi s\erum dan kalsium urine.
d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang urewter.
e. IVP.: memberukan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi.
g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu. :
7. Penatalaksanaan;
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri.
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi
8. Komplikasi:
a.Infeksi
b.Obstruksi
c.Hidronephrosis.
9. Asuhan Keperawatan
A.Pengkajian Data Dasar Pada Pasien Dengan Batu Saluran Kencing
1) Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang pekerjaan yang monoton,lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinnggi,keterbatasan aktivitas ,misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla Spinalis.
2) Sirkulasi
Kaji terjadinya peningkatan tekanan Darah/Nadi, yang disebabkan ;nyeri,ansietas atau gagal ginjal.Daerah ferifer apakah teraba hangat(kulit) merah atau pucat.
3) Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis.obstruksi sebelumnya(kalkulus)
Penurunan haluaran urinr, kandung kemih penuh, rasa terbekar saat BAK. Keinginan /dorongan ingin berkemih terus, oliguria, haematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.
4) Makanan / cairan;
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidak cukupan pemasukan cairan tidak cukup minum, terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.
5) Nyeri/kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik.lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut kostovertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha’genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi .
6) Keamanan
Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam atau menggigil.
7) Riwayat Penyakit :
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
8) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;
1) Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uroteral,trauma jaringan, pembentukan oedema, iskemia seluler.
2) Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, inflamsi atau obstruksi mekanik.
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d mual muntal, diuresis paska obstruksi.
4) Kurang pengetahuan tentang diet, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO. Diagnosa Keperawatan
Tujuan-Kriteria yang diharapkan Intervensi Rasionala
1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema, iskemia seluler. Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.

Kriteria ;
- Pasien tampak rileks.
- Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang
- Tidak gelisah, tidak merintih Catat lokasi,lamanya intensitas,penyebaran,perhatikan tanda-tanda non verbal,misalnya merintih,mengaduh dan gelisahansietas.
Jelaskan penyebab nyeri dan perubahan karakteristik nyeri.



Berikan tindakan nyaman,misalnya pijatan punggung,ciptakan lingkungan yang tenang.
Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus
Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 lt/hariatau s/d indikasi.
Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
Berikan kompres hangat pada punggung
.
KOLABORASI:
Berikan obat sesuai dengan indikasi
- Narkotik
-
- Antispasmodik


- Kortikosteroid


Pertahankan patensi kateter bila digunakan. Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus




Membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien serta menurunkan ansietas

Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot,



Mengarahkan kembali perhatiandan membantu dalam relaksasi otot.
Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu selanjutnya.


Obstruksi lengkap ureter dpt.menyebabkan ferforasi,dan ekstravasasi urine ke dalam area perirenal.




Dipakai selama episode akut, untuk menurunkan kolik ureter dan relaksasi otot.
.Menurunkan refleks spasme shg. Mengurangi nyeri dan kolik.
Menurunkan edema jaringan ,shg. Membantu gerakan batu.
Mencegah stasis urine,menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
.
2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal, atau ureter, obstruksi mekanik atau inflamsi. Perubahan eliminasi urine tidak terjadi

Kriteria :
- Haematuria tidak ada.
- Piuria tidak terjadi
- Rasa terbakar tidak ada.
- Dorongan ingin berkemih terus berkurang. Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

Tentukan pola berkemih normal.



Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Catat adanya pengeluaran dalam urinek/p kirim ke lab untuk dianalisa.
Observasi keluhan kandung kemih,palpasi dan perhatikan output,dan edema.
Obserevasi perubahan status mental.,prilaku atau tingkat kesadaran.

Kolaborasi ;
Monitoring pem.Lab,BUN.kreatinin

Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas
Berikan obat sesuai dgn program;
- diamox, alupurinol

- Esidrix, Higroton

- Amonium Klorida,Kalium,,atau Natrium,fosfat,.

- Agen antigon, (Ziloprim)


- Antibiotik

- Nabic

- Asam Askorbat

- Pertahankan patensi kateter.

Irigasi dgn. Asam atau larutan alkalin. Evaluasi fungsi ginjal dgn.memerhatikan tanda-tanda komplikasimisalnya infeksi,atau perdarahan.
Kalkulus dpt.menyebabkan eksitabiliats saraf,yg.menyebabkan kebutuhan sensasi berkemih .segera.
Membilas bakteri,darah.dan debris,membantu lewatnya batu.
Identifikasi tipe batudan alternatif terapi

Retensi urine,menyebabkan distensi jaringan.,potensial resiko infeksi dan GGK.
Ketidakseimbangan elektrolit dpt.menjadi toksik pada SSP.


Peninggian BUN,indikasi disfungsi ginjal.



Evaluasi adanya ISK.atau penyebab komplikasi.



Meningkatkan pH.urine menurunkan pembentukan batu asam.
Mencegah stasis urine

Menurunkan pembentukan batu fosfat



Menurunkan produksi asam urat


Adanya ISK potensuial pembentukan batu.
Mencegah pembentukan beberapa kalkuli.
Mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
Mencegah retensi,dan komplikasi.
Mengubah pH.urine mencegah pembentukan batu.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual, muntah, diuresis pasca obstruksi. Keseimbangan cairan adekuat

Kriteria :
- Intake dan output seimbang
- Tanda vital stabil (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-37°C)
- -Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik. Catat insiden muntah,ÿÿÿÿÿÿ, ÿÿrhatikan karakteristik, dan frekÿÿnsi.
Tingkatkan pemasukan cairan
3-4 lt / hari dalam toleransi jantung.

Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor kulit dan membran mukosa.

Timbang berat badan tiap hari
Kolaborasi:
Awasi Hb,Ht,elektrolit,
Berikan cairan IV

Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut s/d toleransi

Berikan obat s/d indikasi antiemetik,(misal compazin )
Mengesampingkan kejadian abdominal lain.



Mempertahankan keseimbangan cairan dan homeostasis.


Penurunan LFG.merangasang produksi renin, yg. Bekerja meningktakan TD.
Peningkatan BB.yang cepat,waspada retensi
Mengkaji hidrasi, kebutuhan intervensdi.

Mempertahankan volume sirkulasi
Mempertahnakan keseimbangan nutruisi.



Menurunkan mual muntah
4. Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan Pasien dapat memahami tentang diet,dan program pengobatan

Kriteria :
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
- Menjalankan diet Kaji ulang proswes penyakit dan harapan masa datang

Kaji ulang program diet, sesuai dengan indikasi


Diskusikan tentang:
Pemberian diet rtendah purin,(membatasi daging berlemak,kalkun,tumbuhan polong,gandum,alkohol)
Pemberian diet rendah Ca.(membatasi susu,keju,sayur hijau,yogurt.)
Pemberian diet rendah oksalat membatasi konsumsi coklat,minuman kafein,bit,bayam.
Diskusikan program obat-obatan ,hindfari obat yang dijual bebas dan baca labelnya.
Tunjukan perawatan yang tepat thd.insisi/kateter bila ada. Memberikan pengetahuan dasar,membuat pilihan berdasarkan informasi
Pemahaman diet,memberikan kesempatan untuk memilih sesuai dgn. Informasi,mencegah kekambuhan.
Menurunkan pemasukan oral thd.prekursor asam urat





Menurunkan resikopembentukan batu kalsium.


Menurunkan pembentukan batu oksalat.


Obat yang diberikan untuk mengasamkan urin,atau mengalkalikan,menghindari produk kontraindikasi.
DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
( terjemahan) PT EGC, Jakarta.

Doenges,et al, (2000). Rencana Asyuhan Keperawatan ( terjemahan),
PT EGC, Jakarta

Soeparman, ( 1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Asuhan Keperawatan Pasien Atresia Ani

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ATRESIA ANI


A. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

B. Pathofisiologi


C. Ganbaran Klinik
Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1. Tidak adanya apertura anal
2. Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3. Muntah dengan abdomen yang kembung
4. Kesukaran defekasi, misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

E. Penatalaksanaan
Medik:
1. Eksisi membran anal
2. Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2. Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3. Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5. Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6. Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7. Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol


























G. Path Ways





























G. Intervensi
DP Tujuan Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria




Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria






Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia




Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)












Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol






Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH:
Pasien dapat BAK dengan normal
idak ada perubahan pada jumlah urine

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
Nyeri berkurang
Pasien merasa tenang






Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :
Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
Turgor pasien baik
Pasien tidak mual, muntah
Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:
Nyeri berkurang
Pasien merasa tenang
Tidak ada perubahan tanda vital








Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan KH:
Mempertahankan integritas kulit
Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
Mengindentifisikasi faktor resiko individu Kaji pola eliminasi BAK pasien
Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
Selidiki keluhan kandung kemih penuh
Awasi/observasi hasil laborat
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
Ajarkan teknik relaksasi distraksi
Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi


Kaji KU pasien
Timbang berat badan pasien
Catat frekuensi mual, muntah pasien
Catat masukan nutrisi pasien
Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma
Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
Bantu melakukan latihan rentang gerak
Awasi adanya kekakuan otot abdominal
Kolaborasi pemberian analgetik


Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
Berikan perlindungan kulit yang efektif
Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
Kolaborasi dengan ahli terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby


Photobucket