Rabu, 22 Desember 2010

Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS


I. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

III. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
IV. TANDA DAN GEJALA
A. Tanda
Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
Ada retraksi dada
B. Gejala
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2
Sedang : PaO2
Berat : PaO2
Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
Hemodinamik
Tipe I : peningkatan PCWP
EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
VI. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1. Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan
Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
Papiledema
Penurunan haluaran urine
VII. PENTALAKSANAAN MEDIS
Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
Inhalasi nebuliser
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
Brokodilator
Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
Adanya penurunan dispneu
Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2<>
Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
Bunyi paru bersih
Warna kulit normal
Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
Pantau irama jantung
Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
TTV normal
Balance cairan dalam batas normal
Tidak terjadi edema
Intervensi :
Timbang BB tiap hari
Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
Monitor parameter hemodinamik
Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit


4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
Status hemodinamik dalam bata normal
TTV normal
Intervensi :
Kaji tingkat kesadaran
Kaji penurunan perfusi jaringan
Kaji status hemodinamik
Kaji irama EKG
Kaji sistem gastrointestinal


Asuhan Keperawatan Pasien Batu Ginjal

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN BATU GINJAL


KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
1. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
5. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH <>50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat
3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
4. Rendah purin
5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
- Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
- Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2. Sirkulasi
Tanda:
- Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
- Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3. Eliminasi
Gejala:
- Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
- Penrunan volume urine
- Rasa terbakar, dorongan berkemih
- Diare
Tanda:
- Oliguria, hematuria, piouria
- Perubahan pola berkemih

4. Makanan dan cairan:
Gejala:
- Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
- Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
- Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
- Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
- Muntah

5. Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
- Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
- Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
- Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6. Keamanan:
Gejala:
- Penggunaan alkohol
- Demam/menggigil

7. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
- Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
- Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

1. Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
2. Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.


INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.



2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.


3. Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4. Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5. Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6. Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.



7. Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
- Analgetik



- Antispasmodik


- Kortikosteroid



8. Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan. Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.



Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.


Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.



Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.


Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2. Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.




3. Dorong peningkatan asupan cairan.


4. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
6. Berikan obat sesuai indikasi:
- Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

- Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

- Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

- Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

- Antibiotika

- Natrium bikarbonat




- Asam askorbat

7. Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
8. Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9. Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi. Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat


Menurnkan produksi asam urat.


Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Awasi asupan dan haluaran


2. Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.



3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.


4. Awasi tanda vital.


5. Timbang berat badan setiap hari.


6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.

7. Berikan cairan infus sesuai program terapi.

8. Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.



9. Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).

Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.

Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.

Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.

Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)

Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.



Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.


2. Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
- Diet rendah purin
- Diet rendah kalsium
- Diet rendah oksalat
- Diet rendah kalsium/fosfat


3. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.



4. Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)


5. Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.

Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.

Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.






Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.

Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.

Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.


________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Purnomo, BB ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Asuhan Keperawatan Pasien Bronkopneumonia

ASUHAN KEPERAWATAN
BRONKOPNEUMONIA

1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).

2. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.

3. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

4. Pathways
Terlampir

5. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
Nyeri pleuritik
Nafas dangkal dan mendengkur
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang
Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8  C sampai 41,1C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
Area sirkumoral
Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)



7. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat. Ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika nilai normal GDA tidak dapat dipertahankan
b. Blok saraf interkostal untuk mengurangi nyeri
c. Pada pneumonia aspirasi bersihkan jalan nafas yang tersumbat
d. Perbaiki hipotensi pada pneumonia aspirasi dengan penggantian volume cairan
e. Terapi antimikrobial berdasarkan kultur dan sensitivitas
f. Supresan batuk jika batuk bersifat nonproduktif
g. Analgesik untuk mengurangi nyeri pleuritik

8. Pengkajian
h. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
i. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat

j. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah finansial
k. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan malnutrusi
l. Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
m. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
n. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
o. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela
p. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis



II. Diagnosa keperawatan dan intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum
Nyeri pleuritik
Penurunan energi, kelemahan
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan
Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori
Dispnea, sianosis
Bentuk efektif / tidak efektif dengan / tanpa produksi sputum
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis
Intervensi :
Mandiri
Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)
Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
Penghisapan sesuai indikasi
Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Kolaborasi
Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain
Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik
Berikan cairan tambahan
Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan
2. Kerusakan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)
Gangguan kapasitas oksigen darah
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea, sianosis
Takikandi
Gelisah / perubahan mental
Hipoksia
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan
Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
Intervensi :
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
Kaji status mental
Awasi status jantung / irama
Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil
Pertahankan istirahat tidur
Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif
Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar
Awasi GDA
3. Pola nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan dengan :
Proses inflamasi
Penurunan complience paru
Nyeri
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea, takipnea
Penggunaan otot aksesori
Perubahan kedalaman nafas
GDA abnormal
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
Auskultasi bunyi nafas
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
Observasi pola batuk dan karakter sekret
Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
Kolaborasi
Berikan Oksigen tambahan
Awasi GDA

4. Peningkatan suhu tubuh
Dapat dihubungkan : proses infeksi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Demam, penampilan kemerahan
Menggigil, takikandi
Kriteria Hasil :
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh
Tidak menggigil
Nadi normal
Intervensi :
Mandiri
Obeservasi suhu tubuh (4 jam)
Pantau warna kulit
Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi : antiseptik
Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari
5. Resiko tinggi penyebaran infeksi
Dapat dihubungkan dengan :
Ketidakadekuatan pertahanan utama
Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual
Kriteria Hasil :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
Mandiri
Pantau TTV
Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret
Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Ubah posisi dengan sering
Batasi pengunjung sesuai indikasi
Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu
Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Kolaborasi
Berikan antimikrobal sesuai indikasi
6. Intoleran aktivitas
Dapat dihubungkan dengan
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Kelemahan, kelelahan
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan
Dispnea, takipnea
Takikandi
Pucat / sianosis
Kriteria Hasil :
Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal
Intervensi :
Mandiri
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat
Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan


7. Nyeri
Dapat dihubungkan dengan :
Inflamasi parenkim paru
Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin
Batuk menetap
Kemungkinan dibuktikan dengan :
Nyeri dada
Sakit kepala, nyeri sendi
Melindungi area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah
Kriteria Hasil :
Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat
Intervensi :
Mandiri
Tentukan karakteristik nyeri
Pantau TTV
Ajarkan teknik relaksasi
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
8. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan :
Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi
Anoreksia distensi abdomen
Kriteria Hasil :
Menunjukkan peningkatan nafsu makan
Berat badan stabil atau meningkat
Intervensi :
Mandiri
Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
Auskultasi bunyi usus
Berikan makan porsi kecil dan sering
Evaluasi status nutrisi

9. Resti kekurangan volume cairan
Faktor resiko :
Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)
Kriteria Hasil :
Balance cairan seimbang
Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat
Intervensi :
Mandiri
Kaji perubahan TTV
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
Catat laporan mual / muntah
Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
Hitung keseimbangan cairan
Asupan cairan minimal 2500 / hari
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan



10. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan
Dapat dihubungkan dengan :
Kurang terpajan informasi
Kurang mengingat
Kesalahan interpretasi
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Permintaan informasi
Pernyataan kesalahan konsep
Kesalahan mengulang
Kriteria Hasil :
Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan
Melakukan perubahan pola hidup
Intervensi
Mandiri
Kaji fungsi normal paru
Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan
Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal
Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif
Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.




DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilynn.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.
2. Smeltzer, Suzanne C.(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC
3. Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
5. Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.
6. Nettina, Sandra M.(2001).Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
7. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
8. Pasiyan Rahmatullah.(1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

Asuhan Keperawatan Pasien Nyeri Dada

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN
NYERI DADA


A. PENGERTIAN
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)

B. ETIOLOGI
Nyeri Dada:
a. Cardial
- Koroner
- Non Koroner
b. Non Cardial
- Pleural
- Gastrointestinal
- Neural
- Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)


C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
- Nyeri ulu hati
- Sakit kepala
- Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
- Diaforesis / keringat dingin
- Sesak nafas
- Takikardi
- Kulit pucat
- Sulit tidur (insomnia)
- Mual, Muntah, Anoreksia
- Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
- Kelemahan
- Wajah tegang, m erintih, menangis
- Perubahan kesadaran

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG 12 lead selama episode nyeri
- Takhikardi / disritmia
- Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
b. Laboratorium
- Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
- Fungsi hati : SGOT, SGPT
- Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
- Profil Lipid : LDL, HDL
c. Foto Thorax
d. Echocardiografi
e. Kateterisasi jantung


E. PATHWAYS












F. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?

b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?

2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a. Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b. Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.
c. Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d. Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
e. Keadaan pada waktu serangan
Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu
f. Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan, tekanan, dll.
g. Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan
2. Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan

H. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.
5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
6. Mengambil sampel darah
7. Mengurangi rangsang lingkungan
8. Bersikap tenang dalam bekerja
9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi


DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahman, N, Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I, Jakarta: FKUI, 1999.
2. Doenges, Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC, 2000.
3. Himawan, Buku Kuliah Gangguan Sistem Kardiovaskuler,1994.
4. Hudak&Gallo, Keperawatan Kritis cetakan I, Jakarta : EGC, 1995

Photobucket